KENANGAN RAJA API
Judul I
“Jalan terjal menuju dapur
kehidupan”
Inilah cerita singkat dari sudut pandang dapur cinta harapan kami.
bukan puisi, bukan sajak, dan bukan pula cerita mistis, hanya sekadar catatan jamak dari kami yang banyak makan cerita miris
se-asam jeruk nipis. Ada cerita sedih sampai mengundang tangis dan ada juga
cerita lucu membawa tangis yang bahkan kadang mengundang pipis. Karena itu, hendak kami bagikan kepada kawan-kawan
kami yang selalu ramai agar tetap saling bersilaturahmi.
Disini, dibangunan tua ini. masa kejayaan kami terukir miris. ahh.maksud
saya terukir manis. Asal tahu saja, jalan kami menuju dapur ketika hendak
makan, hanya dapat dilalui dengan jalan setapak yang sepi lagi
menakutkan. Sebenarnya masih ada jalan lain. namun jalan itu bagi kami lebih
menakutkan daripada jalan setapak yang langsung mengarah kepintu dapur. sudah
banyak korban berjatuhan sejak pertama kali jalan itu digunakan. Dan entah
sudah berapa banyak ikan, tempe dan krupuk yang juga menjadi korbannya. Jalan
pintas itu curam dan licin terlebih ketika hujan. Jalan itu konon terbentuk
karena endapan sampah, tanah dan lumpur, menjadikan jalan pintas tersebut
terasa sangat berbahaya untuk dilewati.
Tepat dibagian kanan dapur. dibelakang jalan pintas, kecil namun jelas
terlihat disana kolam berharga kami. perpaduan eceng gondok dan lumpur,
benar-benar berhasil menjadi ikon penyakit kulit yang rata-rata santri nikmati.
beberapa santri bahkan mengambil cuti untuk berlibur ke rumah saking dashyatnya
gatal yang disebabkan kolam kesayangan kami. Yap empang gatal - mantap,
benar-benar menunjukan hukum sebab-akibat secara gamblang, mudah dan cepat. Tak
shalat maka turun empang. Sebab tak shalat akibatnya gatal menyayat. Sekali lagi hukum sebab-akibat :D .
Empang kami itu selain wangi airnya menyayat hati dan reward yang kami
terima dikulit kami, masih ada satu hal lagi yang benar-benar kami cintai yaitu
partisipasi lumpurnya dalam membantu terbentuknya Syuko-syuko di ibu jari kaki kami lebih cepat dari yang
diharapkan. Karena tekstur lumpurnya lembut, suko-suko yang dihasilkan juga berkualitas
tinggi. Dapat diketahui dari warna gumpalan dan tingkat kewangiaanya.
Pencapaian ini diharapkan terus ditingkatkan agar semakin terlindunginya kekayaan
budaya indonesia,” tutur Ahmad Yunus selaku pemerhati suko-suko.
Majalah santri pernah mewawancarai dua narasumber terkait masalah ini,
tamu yang diundang adalah bapak Abdul Kholik selaku produsen dan bapak Muh.Ikbal
selaku penikmat/konsumen suko-suko terkenal asal Loeya. Berikut cuplikan
wawancaranya.
Penanya : bagaimana tanggapan anda dengan bau
suko-suko yang dihasilkan lumpur empang
gatal – mantap ?
Kholik : saya tidak bisa menjawab pasti tentang
keharumannya. Itu bisa ditanyakan langsung kepada saudara Ikbal yang sudah
merasakan produk saya secara langsung. Tapi saya yakin, kualitas dan tekstur
yang dihasilkan dari ibu jari kaki kesayangan saya ini jauh lebih baik
ketimbang mengambil bahan dari luar empang gatal mantap.
Penanya : kalau bapak ikbal sendiri sebagai konsumen
bagaimana, Apakah puas dengan wangi yang dihasilkan?
Ikbal : seperti yang dikatakan saudara Kholik, saya
puas dengan wanginya. Karena terbukti bertahan sepanjang malam dihidung saya.
Selain jalan menuju dapur yang
ekstrem dan kerasnya wangi suko-suko empang gatal mantap, satu hal lagi yang
ingin diceritakan oleh dapur cinta harapan kami adalah. Disiplinnya para santri
menjalani latihan silat. Seperti yang diketahui, sudah menjadi keharusan sebuah
pondok pesantren mengajarkan santrinya ilmu beladiri. Hal ini juga diterapkan
kepada kami. Dari gambar petunjuk diatas, dapat dengan jelas kita lihat arena
tarung kami. Tepat sekali jika menyebutnya silat cakar harimau. Jari-jari
santri diasah keras dengan cara mencabuti rumput dan lumpur disekitar jendela
kamar masing-masing hampir setiap hari. Tidak jarang tulang ikan beradu dengan
cakar-cakar kami. Akibatnya, cakar kami terlatih dengan baik. Gesit dan cepat
(kalo makan).
Dari sudut pandang dapur harapan kami,
mungkin hanya itu yang bisa diceritakan singkat. Sedikit kata, kawan-kawan
angkt.2012. menjadi lebih tua tidak berarti menghapus kenangan. Justru kenangan
itulah yang menjadikan kita tetap menjadi saudara. Santriwan 2012, asrama 3.
At. Pesantren Ummushabri kendari.
2012
0 komentar:
Post a Comment