Islam Perintahkan Untuk Peduli Kepada Anak Yatim dan Fakir Miskin
وَجَعَلْنَا
بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
“Dan kami
jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?
Dan adalah Rabb-mu Maha Melihat.” (Al-Furqan: 20)
Tanpa diragukan lagi bahwa keberadaan anak
yatim serta kaum
dhuafa` seperti fakir miskin, para janda, dan
yang lainnya merupakan dua golongan masyarakat yang berhak untuk mendapatkan
perhatian dan pemeliharaan. Allah subhanahu wa ta’ala banyak sekali menyebutkan
di dalam Al-Qur`an tentang anjuran untuk menyayangi dan berbuat baik kepada dua
golongan tersebut.
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:
“Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin…”
(Al-Baqarah: 177)
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin.” (An Nisa`: 36)
“Sebab itu,
terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang
yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.” (Adh-Dhuha: 9-10)
“Tahukah kamu
(orang) yang mendustakan hari kiamat? Itulah orang yang menghardik anak yatim.
Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” (Al-Ma’un: 1-3)
Maka sudah sepantasnya bagi kita untuk peduli dengan nasib mereka
yang diwujudkan dalam bentuk memberikan bantuan, menyayangi dan berlemah lembut
kepada mereka.
Telah disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Saya dan orang
yang mengasuh anak yatim akan berada di surga seperti ini – beliau
mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan merenggangkan
sedikit antara keduanya.” (HR. al-Bukhari no. 5304)
Sungguh betapa mulianya amalan tersebut dan betapa besar keutamaan
yang akan diperoleh bagi orang yang mengasuh anak yatim.
Orang-orang yang mengasuh anak yatim dengan pengasuhan yang sebaik-baiknya,
mereka akan dibangkitkan di akhirat nanti dalam keadaan menjadi teman dekat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga. Karena anak
yatim -yaitu anak
yang ayahnya telah meninggal sementara dia belum baligh- sungguh telah
kehilangan curahan kasih sayang dari sang ayah yang telah tiada. Yang mana hal
itu merupakan nikmat yang sangat besar bagi si anak dengan adanya penjagaan,
tempat bersandar, dan belaian kasih sayang dari sang ayah tercinta.
Secara tersirat, dalam hadits ini pula mengandung ancaman yang
keras bagi siapa yang tidak mau peduli terhadap nasib mereka. Maka Allah
subhanahu wa ta’ala pun mengancam dengan balasan yang pedih.
Pengertian mengasuh di sini adalah melaksanakan beberapa perkara
yang akan membawa kebaikan kepada diri si yatim, baik dari sisi dunianya maupun
agamanya. Adapun perkara kebaikan dalam masalah dunia adalah seperti memberi
makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan sebagainya. Kemudian perkara
kebaikan dalam masalah agama adalah seperti membimbing dengan akhlak yang baik,
memberi nasehat, mengajari ilmu agama dan yang semacamnya.
Adapun pihak yang bertanggung jawab terhadap nasib mereka setelah
sang ayah meninggal bisa berasal dari kerabat dekatnya seperti ibu, kakek,
nenek, saudara laki-laki, saudara perempuan, paman, bibi atau kerabatnya yang
lain.
Al-Imam Ibnu Baththal rahimahullah menyatakan, “Seharusnya bagi
orang yang mendengar hadits ini untuk dapat mengamalkannya agar ia bisa menjadi
teman dekat nabi di surga. Dan tidak ada suatu kedudukan di akhirat nanti yang lebih
utama daripada kedudukan yang demikian.” (Fathul Bari 10/436)
Jangan Mendekati Harta Anak Yatim
Kemudian kepada para penanggung jawab atau pengasuh anak
yatim hendaklah
mengingat bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala telah mewasiatkan:
“Dan janganlah kamu
dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik, sampai ia
beranjak dewasa.” (Al-An’am: 152)
Ayat di atas sekali lagi menunjukkan betapa pedulinya Islam
terhadap keadaan anak yatim. Dari
wasiat Allah subhanahu wa ta’ala ini pula diambil sebuah kesimpulan bahwa haram
hukumnya makan atau menggunakan harta anak yatim kecuali dengan cara yang
dibenarkan oleh syariat. Di antaranya yaitu dengan cara mengelola, menjaga, dan
mengembangkan hartanya. Sebagian ulama menafsirkan kata “dengan cara yang lebih
baik” yaitu dengan dikelola dalam bentuk perdagangan agar harta si yatim bisa
berkembang. Sehingga barangsiapa yang makan atau menggunakan harta anak yatim
dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syariat maka Allah subhanahu wa ta’ala
telah menyiapkan suatu pengganti yang setimpal sebagai balasan dari harta anak
yatim yang dia makan.
Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:
“Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka).” (An-Nisa`: 10)
Dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim juga diterangkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa di sana ada 7 perkara yang dapat
menghancurkan. Salah satunya adalah memakan harta anak yatim.
Disebutkan dalam sebuah hadits bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seorang yang
berusaha untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada janda dan orang miskin
maka dia seperti seorang yang berjihad di jalan Allah atau seperti seorang yang
rajin melakukan shalat malam dan berpuasa di siang hari.” (HR.
al-Bukhari no. 5353 dan Muslim no. 2982)
Dalam hadits ini terkandung keutamaan seorang yang berusaha untuk
memberikan sesuatu yang bermanfaat -bisa dalam bentuk pemberian harta, makanan
atau kebutuhan hidup lainnya- kepada para dhuafa, baik dari kalangan para janda
yang mana mereka tidak lagi memiliki sandaran yang mampu untuk menafkahi diri
mereka dan keluarga setelah kepergian sang suami maupun kaum dhuafa secara umum
yaitu mereka akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berjihad di
jalan Allah subhanahu wa ta’ala atau seperti pahala orang yang rajin menegakkan
shalat malam dan berpuasa (sunnah) di siang hari.
Sehingga barangsiapa yang tidak mampu untuk berjihad di jalan
Allah subhanahu wa ta’ala dan juga tidak mampu untuk menegakkan shalat malam
serta tidak mampu melaksanakan puasa sunnah maka hendaklah ia mengamalkan
hadits ini yaitu dengan cara membantu para janda dan fakir miskin agar di hari kiamat nanti akan
dikumpulkan bersama golongan orang-orang yang berjihad di jalan Allah subhanahu
wa ta’ala walaupun tanpa pergi berjihad di medan tempur atau tanpa menyumbangkan
dana untuk jihad atau tanpa harus bertemu dengan musuh. Atau agar bisa
dikumpulkan bersama golongan orang-orang yang rajin melaksanakan puasa dan
shalat malam dan bisa mencapai derajat mereka. Oleh karena itu marilah kita
berpartisipasi di dalam perdagangan yang tidak pernah merugi seperti membantu
para janda dan orang-orang miskin. Maka dia akan memperoleh keuntungan yang
berlipat dari perdagangan tersebut yaitu derajat orang yang berjihad, berpuasa
dan shalat malam dengan tanpa susah payah dan rasa capek. Yang demikian ini
merupakan keutamaan dari Allah yang akan Allah subhanahu wa ta’ala berikan
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Lihat Syarhul Bukhari li Ibnil Bathal 9/218)
Di antara faedah dari sikap peduli terhadap kaum dhuafa pula
adalah dalam rangka membentengi diri mereka dari ancaman gerakan pemurtadan dan
pendangkalan iman. Kita melihat di berbagai wilayah kaum muslimin, para dhuafa
yaitu orang-orang yang lemah baik lemah ekonomi maupun iman, siang dan malam
selalu menjadi incaran para tukang penggadai agama. Di mana kehidupan yang
serba kembang-kempis dalam mencari nafkah ini mereka pun akhirnya rela
menggadaikan agamanya demi ditukar dengan sesuap makanan yang sangat mereka
butuhkan untuk hidup mereka.
Ketahuilah bahwa berbuat baik, menyayangi dan berlemah-lembut
kepada anak-anak yatim dan kaum dhuafa akan menumbuhkan dalam hati ini sifat
kasih sayang, perasaan yang peka terhadap sesama dan sikap selalu kembali
kepada Allah l. Dan tidak ada seorang pun yang bisa mendapatkannya kecuali bagi
siapa yang mau mencoba.
(Disarikan dari beberapa sumber).
0 komentar:
Post a Comment